Sabtu, 25 April 2009

Menumbuhkan semangat hidup


Menumbuhkan Semangat Hidup
Oleh: EVY RACHMAWATI

Setelah melewati masa-masa pahit setelah kaki kirinya diamputasi, Sartono Mukadis (60) kini telah menemukan kembali semangat hidupnya. Keinginan untuk melanjutkan hidup dan menghidupi keluarga membuat saya bangkit dan kembali bekerja dengan keterbatasan yang ada, ujarnya.

Sudah beberapa tahun ini kaki kiri Mas Ton diamputasi akibat penyakit diabetes yang dideteksi sejak tahun 1991. Penyakit yang dideritanya itu lantaran faktor keturunan. Ayahnya meninggal dunia karena terkena diabetes. Saya yakin, dalam hal ini faktor gaya hidup yang sangat berpengaruh hingga mengakibatkan terkena diabetes, tambah ayah dari tiga anak ini.

Menurut penuturannya, sebenarnya setelah didiagnosis terkena diabetes, ia rajin membeli segala macam produk diet berkadar gula rendah. Namun, kemudian ia tak mampu menahan kesukaannya makan enak yang telah dijalankan sejak puluhan tahun lalu. Saya suka sekali makan apa saja, sampai hafal tempat-tempat makan yang enak. Saya juga suka sekali minum soft drink, kenangnya.

Karena kegiatan fisik masih banyak, semua itu masih terimbangi. Ketika sebagian besar pekerjaan bisa didelegasikan, berbagai gangguan mulai muncul. Seperti halnya penderita diabetes, gangguan itu berupa luka yang tak kunjung sembuh. Kelingking kaki kanannya terpaksa diamputasi. Namun, pola makan yang tidak berubah sehingga membuat luka sejenis muncul pada telapak kaki kirinya.

Puncaknya, salah satu kakinya diamputasi. Saat itu, ia masih optimis bisa beraktivitas seperti sedia kala lantaran merasa kondisinya sehat. Namun rasa pesimisme kemudian menyelimuti dirinya ketika gagal berlatih menggunakan kruk lantaran diabetes yang dideritanya telah menyerang jantung. Sejak saat itu, ia sehari-hari harus duduk di atas kursi roda dan ruang geraknya jadi terbatas.

Biaya pengobatan diabetes yang sangat mahal sempat membuat kondisi keuangan keluarganya limbung. Sementara ia masih harus membiayai sekolah tiga anaknya. Beruntung ia mendapat bantuan moril maupun materi dari berbagai pihak, termasuk kalangan pengusaha dan tokoh nasional. Sampai sekarang, setiap 10 hari sekali, biaya pembelian obat mencapai lebih dari Rp 750.000, kata putra pasangan Iron H Mukadis dan Hasna ini.

Berkat dukungan kuat dari keluarga, terutama Erie Samil, istrinya, semangat hidupnya kembali bangkit. Ia pun kembali bekerja sebagai konsultan SDM, berbicara di berbagai forum seminar, bahkan kini ikut terlibat dalam sebuah acara reality show di sebuah stasiun televisi swasta. Kecacatan ini tidak membuat saya minder karena saya memiliki kemampuan secara profesional yang tidak kalah dengan orang lain, kata Sartono.

Istri saya marah kalau saya tidak mandiri. Itu yang membuat saya merasa tidak sebagai orang cacat, ujarnya. Oleh karena itu, ia mengaku paling tidak suka melihat ada orang yang merendahkan orang cacat, maupun orang-orang yang menjual kecacatan dan kelemahan fisiknya demi keuntungan pribadi. Kecacatan justru membuatnya makin peka terhadap lingkungan sekitar dan tidak mau berkompromi melihat ketidakadilan dan penyakit sosial.

Kini, ia sudah dapat mengendalikan faktor risiko diabetes, termasuk berhenti merokok. Sartono menyatakan gaya hidup harus diperbaiki. Ini bukan hanya makanan, tetapi harus teratur, bergizi, dan tidak berlebihan.

Jadi, penderita jangan sampai lapar maupun terlalu kenyang. Faktor risiko harus bisa dikendalikan. Sebenarnya diabetes itu tidak terlalu berpengaruh bagi kehidupan kita, tapi implikasinya itu yang lebih parah seperti terkena serangan jantung, ginjal, dan impotensi, kata pendiri Konsultan SDM Persondata ini.

Berani mengakui

Kesulitan utama dalam mengatasi diabetes adalah mematuhi pengobatan dan terapi nutrisi sesuai dengan anjuran dokter dan ahli gizi. Ini lantaran pengobatan itu hanya bisa mereduksi, tapi tidak bisa menyembuhkan penyakit itu. �Hal ini yang membuat kita sering kali makin nekat, karena toh tidak bisa disembuhkan sehingga kita justru makan apa saja,� tutur Sartono.

Setiap orang punya kebiasaannya sendiri. Jangan ubah kebiasaan itu. Orang Arab tidak apa-apa makan kurma yang manis dan pakai daging unta karena itu sesuai kondisinya. Orang Eskimo tidak makan sayur, tetapi lemak karena alamnya menuntut itu, ujar Sartono. Orang Indonesia merupakan bangsa pemakan tumbuhan dan karbohidrat, sehingga sebaiknya tidak lalu mengubah dengan mengonsumsi makanan cepat saji ala Barat.

Yang terpenting adalah kita harus berani mengakui kalau menderita diabetes. Kalau sampai malu dan mendiamkannya, itu hanya akan memperparah kondisi kesehatan, kata Tono (40), karyawan di sebuah perusahaan media massa di Jakarta, yang menderita diabetes lantaran faktor keturunan.

Dengan menerima penyakit itu sebagai sesuatu yang harus dihadapi dalam hidup, lanjut Tono, ia bisa mengomunikasikan berbagai masalah kesehatannya dengan istrinya. Penderita diabetes itu kadang mengalami disfungsi ereksi. Itu bisa diatasi dengan rajin berolahraga dan menjaga pola makan. Tapi banyak orang yang malu dan mengonsumsi obat kuat yang justru makin meningkatkan kadar gula, ujarnya.

Peran keluarga, terutama istri, sangat penting dalam mengontrol faktor risiko terkena komplikasi diabetes. Istri saya ibarat satpam yang selalu menjaga gaya hidup saya agar jangan sampai terkena berbagai komplikasi penyakit seperti jantung dan ginjal, kata Tono. Selain terus memotivasi agar giat berolahraga, istrinya senantiasa menyediakan makanan dengan kadar gula rendah.

Sejak mengetahui ia menderita diabetes tiga tahun lalu, ia secara rutin memeriksakan kadar gula darahnya ke laboratorium, mengonsumsi buah mengkudu, berusaha menerapkan diet makanan dengan kadar gula seperlunya, dan rajin berlatih fisik sesuai dengan kemampuannya. Saya tidak mengonsumsi obat-obatan, tetapi rajin makan buah mengkudu dan buah merah, tutur Tono berbagi kiat kesehatannya.

Ia pun mencermati berbagai gejala fisik diabetes yang dialaminya, seperti mudah mengantuk, sering buang air kecil, kesemutan, gatal-gatal, dan air seninya dikerubuti semut. Jika sudah mengalami beberapa gejala fisik itu, maka ia segera memeriksakan kadar gulanya ke laboratorium terdekat. Saya pertama kali tahu kena diabetes waktu tahu air kencing saya di kamar mandi dikerubuti semut, ujarnya.

Kendati angka kematian kasus diabetes di Indonesia termasuk tinggi, Tono mengaku optimistis bisa menjaga kesehatannya asalkan bisa mengontrol faktor risiko. Yang jadi masalah memang kepatuhan dalam mengonsumsi obat dan berdiet makanan. Apalagi tuntutan kerja mengharuskan saya kerja dari pagi sampai malam, dan berinteraksi dengan banyak orang. Kalau mengikuti aturan diet, jelas tenaga saya tidak mencukupi untuk kerja, katanya.

sumber :http://www2.kompas.com

1 komentar:

Anonim mengatakan...

semangaaaaaaaat......